Assalamu'alaikum warahmatullohi wa barakatuh
Catatan Kang Deded Suwarno: BAI’AT ADALAH SYARE’AT ISLAM

Laman

Kamis, 23 Mei 2013

BAI’AT ADALAH SYARE’AT ISLAM


1.      Ta’rif/Makna Bai’at menurut Bahasa
a.       Bai'at, berasal dari kata :  بَاعَ - يُبِيْعُ – بَيْعَةً yang berarti "Menjual" (Kamus Mahmud Yunus)
b.       Bai’at, dapat berarti “janji” (Muhithul Muhith:I/64)
c.        Bai'at, dapat berarti Al Mubaadalatul Maal bil Maal, yaitu "bartert harta" (Mu'jam Mufrodat Alfadz Al Qur'an Hal 141)
d.       Bai'at dapat berarti Al Mu'aahadatu, yaitu "Perjanjian" (Mu'jam Mufrodat Alfadz Al Qur'an Hal 141)
e.        Bai'at, dapat berarti "Jual Beli/Transasi Jual Beli", sebagaimana terkandung dalam Firman Allah :
 وأحل الله البيع وحرم الربا
… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. … [QS. Al Baqarah : 275]

يا أيها الذين آمنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله وذروا البيع ذلكم خير لكم إن كنتم تعلمون
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. [QS. Al Jum’ah : 9]
2.      Makna Bai'at menurut Istilah
Adapun  menurut istilah adalah “Mengikat janji atas sesuatu seraya berjabatan tangan sebagai tanda kesempurnaan perjanjian tersebut dan keikhlasannya. Bai’at pada periode pertama Islam yang ketika itu mereka membai’at Khalifah dengan memegang tangan orang yang mereka serahi kekhilafahan, sebagai tanda penerimaan mereka kepadanya dan sebagai janji untuk mentaatinya dan menerima kepemimpinannya.” (Muhithul Muhith I/64)
Secara syar'iah, bai'at adalah: "Perjanjian (transaksi) jual beli jiwa dan harta seorang mu'minin kepada Allah dengan syurga (jannah) [QS. At Taubah : 11]
3.      Bai'at di Masa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, yang tercantum dalam  Al- Qur'an
a.      Allah membeli orang yang berbai'at dengan Syurga

التائبون العابدون الحامدون السائحون الراكعون الساجدون الآمرون بالمعروف والناهون عن المنكر والحافظون لحدود الله وبشر المؤمنين
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orng mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itulah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan barang siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli (bai'at) yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”(QS. At-Taubah : 111)
b.              Kekuasaan Allah di atas (menaungi) orang yang Berbai'at

           إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم فمن نكث فإنما ينكث على نفسه ومن أوفى بما عاهد عليه الله فسيؤتيه أجرا عظيما

“Bahwasanya orang-orang yang berbai’at (janji setia) kepadamu, sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar bai’atnya niscaya akibat pelanggaran itu akan menimpa pada dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menepati bai’atnya kepada Allah maka Allah memberinya pahala yang besar.”  (QS. Al Fath : 10)
c.       Ridlo Allah dan Hidup Sakinah bagi yang Berbai'at
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbai'at kepadamu di bawah pohon. Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)." ( QS. Al Fath : 18)
4.      Bai'at sebagai Prosesi Ikrar Ketaatan dan Peningkatan Kualitas Muslimin/Muslimat di Hadapan Allah
          يا أيها النبي إذا جاءك المؤمنات يبايعنك على أن لا يشركن بالله شيئا ولا يسرقن ولا يزنين ولا يقتلن أولادهن ولا يأتين ببهتان يفترينه بين أيديهن وأرجلهن ولا يعصينك في معروف فبايعهن واستغفر لهن الله إن الله غفور رحيم  
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan bai’at bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, lalu tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah bai’at mereka dan mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka, Sungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mumtahanah : 12 )
عَنْ عُبَادَةَبْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ مَعَهُ فِيْ مَجْلِسٍ بَايِعُوْنِيْ عَلَى اَنْ لاَ تُشْرِكُوْابِاللَّهِ شَيْئًا وَلاَ تُسْرِقُوْا وَلاَ تَزْنُوْا وَلاَ تَقْتُلُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَلاَ تَأْ تُوْا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُوْنَهُ بَيْنَ أَيْدِيْكُم وَأَرْجُلِكُمْ فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللَّهُ فَأَمْرُهُ اِلَى اللَّهِ اِنْ شَآءَ عَاقَبَهُ وَ اِنْ شَآءَ عَفَاعَنْهُ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا فَعُوْقِبَ بِهِ فِيْ الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ قَالَ فَبَايَعْنَاهُ عَلَى ذَلِكَ – رواه الذارمي  ٢./٢٢ البخارى ٤/۷٤٢
“Dari ‘Ubadah bin Shamit ia berkata, telah berkata kepada kami Rasulullah SAW dan kami bersamanya di dalam majelis. “Berbai’atlah kamu semua kepadaku untuk tidak musyrik kepada Allah sedikitpun, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak membunuh anak-anakmu, tidak mendatangkan kedustaan yang dibuatnya antara tangan dan kakimu, maka barang siapa memenuhinya di antara kamu pahalanya kepada Allah. Dan barang siapa terkena salah satu dari yang demikian itu, maka Allah menutupnya, maka urusannya kepada Allah berkehendak mengadzabnya, dan jika Allah berkehendak memaafkannya. Dan barangsiapa terkena pada sesuatunya, lalu disiksa di dunia, maka itu kaffarah baginya. “Berkata ‘Ubadah,”Maka kami berbai’at kepadanya atas demikian itu.” (HR. Darimi II/220, Bukhari IV/247).
Ubadah bin Shamit Radliallahu ‘anhu berkata:
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّالاَ نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ
Kami berbai’at kepada Rasulullah Shallal lahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan semangat ataupun lemah (berat), dan untuk tidak menentang perintah kepada ahlinya serta untuk menegakkan (kebenaran) atau berkata dengan benar di manapun kami berada, tidak takut dalam membela agama Allah dari celaan orang-orang yang mencelanya.” (HR. Al Bukhari dari Ubadah bin Shamit, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/96, Muslim, Shahih Muslim: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/202, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/137-138. Lafadz Al-Bukhari)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ، مَكَثَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَةَ عَشَرَ سِنِيْنَ يَتَّبِعُ النَّاسَ فِى مَنَازِلِهِمْ بِعُكَاظٍ وَمُجِنَّةَ وَفِى الْمَوَاسِمِ بِمَنْ يَقُوْلُ مَنْ يَئُوْوِيْنِيْ مَنْ يَنْصُرُنِيْ حَتَّى أَبْلَغَ رِِسَالَةَ رَبِّي وَلَهُ الْجَنَّةُ ؟ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ اَوْ مِنْ مُضَرٍ – كَذَا قَالَ فَيَأْ تِيْهِ قَوْمَهُ فَيَقُوْلُوْنَ إِحْذَرْغُلاَمَ قُرََيْشٍ لاَيُفْتِنَكَ وَيَمْشِيْ بَيْنَ رِحَالِهِمْ وَهُمْ يَشِيْرُوْنَ اِلَيْهِ بِاْلاَصَابِعِ حَتَّى بَعَثَنَااللَّهُ اِلَيْهِ مَنْ يَثْرِبَ فَأََوَيْنَاهُ وَصَدَّقْنَاهُ فَيَخْرُحُ الرَّجُلُ مِنَّا فَيُؤْمِنُ بِِهِ وَيَقْرَأَُهُ الْقُرْآنَ فَيَنْقَلِبُ اِلَى أَهْلِهِ فَيُسْلِمُوْنَ بِاِسْلاَمِهِ حَتَّى لَمْ يَبْقَ دَارٌمَنْ دُوْرِاْلاَنْصَارِ إِلاَّ وَفِيْهَا رَهْطٌ مِنْ الْمُسْلِمِيْنَ يَظْهَرُوْنَ اْلإِسْلاَمَ ثُمَّ ائْتِمَرُوْا جَمِيْعًا فَقُلْنَا حَتَّى مَتَى نَتْرُكُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطْرُدُ فِيْ جِبَالِ مَكَّةَ وَيَخَافُ ؟ فَرَحَلَ اِلَيْهِ مِنَّا سَبْعُوْنَ رَجُلاً حَتَّى قَدَمُوْا عَلَيْهَ فِيْ الْمَوْسِمِ فَوَاعَدْنَاهُ شِعْبَ الْعَقَبَةِ فَاجْتَمَعْنَا عَلَيْهِ مِنْ رَجُلٍ وَرَجُلَيْنِ حَتَّى تَوَافَيْنَا فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَاللَّهِ نُبَايِعُكَ ؟ قًالَ تُبَايِعُوْنِيْ عَلَى السَّمْعِ وَالطَاعَةِ فِيْ النَّشَاطِ وَالْكَسْلِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأَنْ تَقُوْلُوْا فِيْ اللَّهِ لاَتَخَافُوْنَ فِيْ اللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ وَعَلَى تَنْصُرُوْنِيْ اِذَا قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ مِمَّا تَمْنَعُوْنَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَزْوَاجَكُمْ وَأَبْنَاأَكُمْ وَلَكُمُ الْجَنَّةُ

“Dari Jabir ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam tinggal di kota Mekkah 10  tahun, lalu beliau mengikuti orang-orang ditempatnya, di Ukaz, Mujinah dan di tempat-tempat ramai manusia, beliau bersabda, “Siapa yang akan memberi tempat kepadaku?” Siapa yang akan menolongku sehingga aku dapat menyampaikan risalah Rabb-ku dan baginya jannah? Lalu keluarlah seseorang dari Yaman atau dari Mudhor lalu ia berkata dan mendatangi kaumnya lalu katanya : Hati-hati terhadap anak muda Quraisy itu tidak akan dapat memfitnah kepadamu. Lalu ia berjalan diantara kendaraan mereka dan mereka memberikan isyarat kepadanya dengan jari-jarinya, sehingga Allah mengutus kepada kamu orang untuk ke Yastrib. Lalu mereka (orang Yastrib) menempatkan kami dan membenarkannya, kata Jabir, “Maka keluarlah seseorang dari kami beriman kepadanya, lalu membaca Al Qur'an, kemudian kembali kepada keluarganya, kemudian mereka masuk Islam sehingga tidak ada satu rumahpun dari rumahnya orang-orang Ansor melainkan di dalammnya ada kumpulan dari orang muslim. Merekan menampakkan Islam lalu memerintahkan kepada semuanya. Lalu kami berkata, “Kapankah kita meninggalkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam waktu itu kita diusir dari bukit Mekkah dan khawatir. Lalu berangkatlah dari kami 70 orang sehingga sampailah di tempat-tempat yang ramai. Lalu kami mengadakan perjanjian dengan Nabi di lembah Aqobah kemudian kumpullah semuanya. Kemudian kami berkata, “Ya Rasulullah! Berbai’atkah kami semua kepada engkau?” Nabi menjawab,  Berbai’atlah kamu semua kepadaku untuk sam’u (mendengar) dan ta’at dalam semangat dan malas, dan infak dalam kesulitan dan kemudahan dan amar ma’ruf nahi munkar dan berkatalah di jalan Allah jangan kamu takut di dalam menegakkan kalimat Allah terhadap celaan orang yang suka mencela. Dan hendaklah kamu menolong dan membelaku ketika aku datang kepadamu sebagaimana kamu membela diri-diri kamu, istri-istri kamu dan anak-anak kamu dan (balasannya) bagimu adalah syurga”. (HR. Ahmad III/322,323,339, Isnadnya shahih).


5.      Bai'at mengangkat Imaamul Muslimin/Khalifah fil 'Ard
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَ نْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dari Abu Hurairah Radhiallohu‘anhu dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Adalah bani Israil selalu terpimpin oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal, diganti oleh Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku yang ada hanya Khalifah dan banyak (jumlahnya). Para shahabat bertanya, “Apa yang tuan perintahkan kepada kami? Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama, kepada yang pertama dan berikanlah haknya. Karena sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang gembalaannya.“ (HR. Muslim II/132).
عَنْ الزُّهْرِىِّ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَ نَّهُ سَمِعَ خُطْبَةَ عُمَرَ اْلاَخِرَةِ حِيْنَ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِوَذَلِكَ الْغَدِّ مِنْ يَوْمِ تُوُفِّيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَأَنَّ أَبَابَكْرٍ فَيَقُوْمُوْا فَبَيِّعُوْهُ – رواه البخارى ٤/٢٤٨
“Dari Az-Zuhri, telah mengabarkan kepada kami Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar khutbahnya Umar yang akhir ketika ia duduk diatas mimbar. Waktu itu pagi hari ketika wafatnya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, kata Umar, “Sesungguhnya Abu Bakar telah diangkat menjadi pimpinanmu, maka berdirilah kamu semua dan berbai’atlah kepadanya”. (HR. Al-Bukhari IV/248)
6.      Ancaman Tidak Berbai'at dan Menghianati Bai'atnya
وما يضل به إلا الفاسقين
الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل ويفسدون في الأرض أولئك هم الخاسرون
 ...Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasek, (yaitu) orang-orang yang membatalkan perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. [QS. Al Baqarah " 26 – 27]
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangan dari taat akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan tidak punya alasan. Dan barangsiapa mati sedang tidak ada ikatan bai’at pada lehernya maka ia mati seperti matinya orang jahiliyah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/136)
7.      Tidak boleh ada dua Imaam dalam Satu Masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخَرَ مِنْهُمَا

 “Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).”  (HR. Muslim dari Abi Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137)
8.      Syarat Syahnya Bai’at
Dalam perjalanan sunnah Rasulullah SAW, manakala seseorang mau melaksanakan bai’at hendaknya bersih dahulu dari perbuatan “syirik”, karena ia akan menghancurkan seluruh amal. Sebagaimana firman Allah :
ولقد أوحي إليك وإلى الذين من قبلك لئن أشركت ليحبطن عملك ولتكونن من الخاسرين  
Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”(QS. Az-Zumar : 65).

وَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَنَّهُ جَآءَ فِيْ رَكْبِ عَشْرَةٍ اِلَى رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَقَالُوْا مَاشَأْ نُهُ؟ فَقَالَ إِنَّ فِيْ عَضُدِهِ تَمِيْمَةً فَقَطَعَ الرَّجُلُ التَّمِيْمَةَ فَبَايَعَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَ قَالَ مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ رواه أحمد والحاكم واللّظ له ورواية أحمد ثقات
Dari ‘Uqbah bin Amir, Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, sesungguhnya suatu rombongan yang terdiri dari sepuluh orang, datang menghadap Rasulullah Shallallahu’alahi Wassalam, kemudian beliau membai’at yang sembilan orang. Lalu mereka bertanya: “Mengapa ia dibiarkan? “Rasul menjawab : “Sesungguhnya pada anggotanya terdapat jimat”. Maka orang itu lalu memutuskan tali jimatnya. Kemudian Rasulullah menerima bai’atnya, maka beliau bersabda : “Barang siapa memakai jimat maka benar-benar syiriklah ia”. (HR. Ahmad, Hakim, Lafadz bagi Hakim. Sedang riwayat Ahmad tsiqat).

Meyakini “Jimat” adalah salah satu bentuk kemusyrikan, oleh sebab itu apabila seseorang mau melaksanakan bai’at hendaknya ia membuang jauh-jauh dari kepercayaan kepada selain Allah yang tidak dapat memberikan manfaat atau mudarat, baik itu isim, jimat, tangkal-tangkal dsb. Jadi dalam pelaksanaan bai’at keyakinan itu hendaknya ditundukkan hanya pada Allah saja, jangan kepada selain Allah.

9.      Cara Pelaksanaan Bai’at
Dalam Al-Qur’an surat Al Fath ayat 10 diisyaratkan oleh Allah mengenai bai’at, yaitu dengan berjabat tangan, sedangkan bagi kaum wanita cukup dengan ucapan saja tanpa berjabat tangan, sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah dalam riwayat Muslim : “Nabi tidak pernah menyentuh perempuan”. Dan dijelaskan pula di dalam Tarikh : “Bahwa Nabi tidak pernah berjabat tangan dalam membai’at kamu wanita, cukup dengan ucapan saja seperti yang dilakukan sesudah Fathu Makkah”. Juga sebagaimana dijelaskan dalam hadist Umaimah binti Raqiqah yang diriwayatkan oleh Malik dan lainnya. Mengenai pelaksanaan bai’at, dijelaskan dalam hadist di bawah ini :
a.       Bagi Muslimin (Lelaki) dengan berjabat tangan :
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ اْلآخَرِ
“Dan barangsiapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
Dari hadits di atas kita mafhum, “bahwa orang yang berbai’at itu berjabat tangan yang disertai dengan hati yang ikhlas karena Allah”. Lalu mengucapkan dua kalimat syahadat dan pengakuan mengangkat Imaam seraya mentha’atinya, selama Imam tha’at kepad Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Pernah juga pelaksanaan bai’at dilakukan dengan berikrar melalui surat, hal ini seperti yang dialami oleh raja Habasyah karena faktor komunikasi.

b.       Bagi Muslimat (Perempuan) Tidak Berjabat Tangan
عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ بَيْعَةِ النِِّسَاءِ قَالَتْ مَا مَسَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يَأْخُذَ عَلَيْهَا فَإِذَا أَخَذَ عَلَيْهَا فَأَعْطَتْهُ قَالَ اذْهَبِي فَقَدْ بَايَعْتُكِ
"Dari ‘Urwah bahwasanya ‘Aisyah menceritakan kepadanya tentang bai’atnya kaum wanita, ia berkata: "Tidaklah Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam menyentuh seorang wanita (yang bukan muhrimnya) dengan tangannya sedikitpun, apabila kaum wanita telah mengikrarkan bai’atnya, beliau menerimanya, lalu bersabda: “Pergilah sungguh saya telah menerima bai’atmu.” (HR. Muslim, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/142. Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari IX/99, Abu Dawud, Sunan Abu dawud II/133. Lafadz Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلُ قَوْلِي لاِمْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
 “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita (yang bukan muhrimnya), maka sesungguhnya ucapanku (dalam menerima bai’at) bagi seratus wanita itu sebagaimana ucapanku bagi seorang wanita.” (HR. An-Nasai dari Umayyah binti Rufaiqah, Sunan An-Nasai dalam Kitabul bai’ah: VII/149, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi IV/149 No: 1597)
c.        Bai’at Anak yang Belum Baligh
Hirmasy bin Ziyad berkata:
مَدَدْتُ يَدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا غُلاَمٌ لِيُبَايِعَنِي فَلَمْ يُبَايِعْنِي
"Saya mengulurkan tangan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam supaya beliau menerima bai'atku, pada waktu itu saya masih kecil, maka beliau tidak menerima bai’atku.” (HR. An-Nasai, Sunan An-Nasai dalam Kitabul Bai’ah: VII/150)
عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ هِشَامٍ وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيْعِ أَهْلِهِ
"Dari Abdullah bin Hisyam, dia telah berjumpa dengan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Ibunya yaitu Zainab binti Humaid pergi bersamanya untuk mendatangi Rasulullah Shallal lahu’alaihi wa sallam, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, terimalah bai’atnya.” Maka beliau bersabda: “Dia masih kecil,” seraya mengusap kepalanya dan mendo’akannya, beliau menyembelih kambing satu untuk semua keluarganya.” (Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/98)
 10.        Macam-macam Bai’at
a.       Bai’at untuk Masuk Islam
عَنْ مُجَا شِعِ بْنُ مَسْعُوْدٍ أَ َنَّهُ أَّتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِابْنِ أَخٍ لَهُ يُبَايِعُهُ عَلَى الْهِجْرَةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ، بَلْ يُبَايِعُ عَلَى الاِسْلاَمِ فَإِنَّهُ لاَ هِجْرَةَ بَعْدَالْفَتْحِ وَيَكُوْنُ مِنَ التَّابِعِيْنَ بِإِحْسَانٍ رواه أحمد
“Dari Mujasyi bin Mas’ud, bahwasanya ia dan anak saudaranya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak berbai’at untuk hijrah, maka bersabdalah Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah (berbai’at untuk hijrah) akan tetapi berbai’atlah untuk Islam, karena sesungguhnya tidak ada hijrah sesudah Fathu Makkah, dan mengikutinya dengan kebaikan.” (Hadits shahih riwayat Ahmad III/468-469)
عَنْ أُمَيْمَةَ بِنْتِ رَقِيْقَةَ أَنَّهَا قَالَتْ، أَتَيْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ نِسْوَةٍ نُبَايِعُهُ عَلَى اْلإِسْلاَمْ فَقُلْنَ يَا رَسُوْلُ اللَّهِ نُبَايِعُكَ عَلَى اَنْ لاَ نُشْرِكَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَّلاَ نُسْرِقَ وَلاَ نَزْنِيْ وَلاَ نَقْتُلَ أَوْلاَدَنَا وَلاَ نَأْ تِيْ بِِبُهْتَانٍ نَفْتَرِيْهِ بَيْنَ أَيْدِنَا وَأَرْجُلِنَا وَلاَ نَعْصِيْكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَااسْتَطَعْتُنَّ وَأَطِقْتُنَّ قَالَتْ  فَقُُلْنَ أَللَّهُ  وَرَسُوْلُهُ أَرْحَمُ بِنَامِنْ أَنْفُسِنَا هَلُمَّ نُبََايِعُكَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِيْ لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِيْ لِإِمْرَأَةٍ وَّاحِدَةٍ
Dari Umaimah binti Roqiqah ia berkata, saya datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi Wasallam bersama wanita lainnya untuk berbai’at kepada Islam, mereka berkata “Ya Rasulullah kami berbai’at kepada engkau, tidak akan musyrik kepada Allah sedikit-pun tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kami, tidak akan mendatangkan kedustaan yang kami perbuat antara tangan dan kaki kamu, tidak maksiat kepada engkau dalam hal kebaikan.” Maka bersabdalah Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam : Apa yang kalian mampu untuk melaksanakannya?” Lalu mereka berkata lagi: Allah dan Rasul-Nya lebih menyayangi diri-diri kami, Rasulullah.  “Maka bersabdalah Rasulullah  Shalllahu ‘alahi  wasallam, Aku tidak berjabat tangan dengan wanita. Sesungguhnya ucapanku bisa untuk seratus wanita seperti ucapanku kepada seorang wanita. “(HR. Malik II/982 No. 2, Nasai dalam Sunanul Kubro II/93 No. 2, Ibnu Hibban 14, Ahmad VI/357, Tirmidzi I/ 302, Ibnu Majah 2874 dan Nasa’I dalam Al-Mjtaba II/184. Shohih).
b.       Bai’at Imarah
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ اْلآخَرِ
 “Dan barangsipa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ قَالَ : كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَ نْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dari Abu Hurairah Radhiallohu‘anhu dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Adalah bani Israil selalu terpimpin oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal, diganti oleh Nabi lainnya. Dan sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku yang ada hanya Khalifah dan banyak (jumlahnya). Para shahabat bertanya, “Apa yang tuan perintahkan kepada kami? Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama, kepada yang pertama dan berikanlah haknya. Karena sesungguhnya Allah akan bertanya kepada mereka tentang gembalaannya.“ (HR. Muslim II/132).
c.        Bai'at untuk Jihad Fie Sabilillah
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا

Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbai'at (berjanji setia) kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) [QS. Al Fath : 18]

Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi Wasallam  beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin, kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'at (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan pembai'atan kepada Nabi dan mereka akan memerangi kaum Quraisy berjihad bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Bai'at untuk berjihad tersebut tersebut telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini. Karena itulah peristiwa tersebut disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنِابْنِ اُمَيَّةَ قَالَ جِئْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَبِيْ مَيَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ، فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللَّهِ بَايِعْ أَبِيْ عَلَى الْهِجْرَةِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُبَايِعُهُ عَلَى الْجِهَادِ فَقَدِا نْقَطَعَتِ الْهِجْرَةُ (سنن النسائي-كتاب البيعة)
"Dari Ibnu Umayah, dia berkata : Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dengan bapakku pada hari Fathu Makah, kemudian aku berkata, "Ya Rasulullah, Bai'atlah aku atas hijrah. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Aku  membai'atnya atas jihad, dan sungguh telah terputus hijrah." [HR. An Nasa'i – Kitab Bai'at No. 4090]
d.       Bai’at Duniawi
ثَلاَثَةٌلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيْقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيْلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًالاَ يُبَايِعُهُ إلاَّ لِدُنْيَاهُ إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيْدُ وَفَى لَهُ وَإِلاَّ لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَلَمْ يُعْطَ بِهَا
"Tiga macam orang yang Allah tidak akan berkata kata kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan membersihkan (memaafkan), dan bahkan bagi mereka siksa yang pedih.   Mereka itu adalah: 1) Orang yang mempunyai kelebihan air di tengah jalan tetapi menolak permintaan orang yang dalam keadaan bepergian, 2) Orang yang berbai’at pada seorang imam, tetapi tidaklah ia berbai’at kecuali karena dunia, jika diberi menepati bai’atnya dan jika tidak diberi (ditolak tuntutannya) ia tidak menepatinya, 3) Orang yang menjual barang pada orang lain setelah ‘Ashar dan bersumpah dengan nama Allah, sungguh akan diberikan dengan ketentuan begini dan begini, lalu ia membenarkannya dan hendak mengambilnya, tetapi ia tidak memberikannya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/99, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204, At-Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi IV/128 No: 1595. Lafadz Al-Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jazakallohu atas kunjungan nya